Kamis, 26 Februari 2015

MAKALAH fILSAFAT ISLAM IMAM GHOZALI



MAKALAH
PEMIKIRAN FILSUF ISLAM DUNIA TIMUR ISLAM
AL GHAZALI
Disusun guna memnuhi tugas:
Mata kuliah : filsafat islam
Dosen pengampu : M. Fairuzabadi AB, M.Pd.I








Kelas : E

Disusun Oleh:

  1. M. Yusuf                     (2021112160)



JURUSAN TARBIYAH / PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN TAHUN 2013



BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan filsafat islam sebelum Al Ghazali pola pikir para filsof muslim  itu cenderung bersifat rasionalistik paripatetik sehingga cenderung menafsirkan teks-teks Al- Qur’an dengan pendekatan rasio dan logika. Konsep seperti ini akibat pengaruh dari paham-paham aristotelian, sedangkan menurut al Ghazali akal saja tidak cukup menafsirkan teks-teks Al- Qur’an terutama yang berkaitan dengan ketuhanan. Dibutuhkan pengetahuan intuitif dalam bentuk ilham  yang  bersumber langsung dari Tuhan.Pandangan seperti ini merupakan ciri khas dari konsep tasawuf atau sufisme, dan Al Ghazali termasuk salah satu tokoh sufisme.













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Al-Ghazali

Nama lengkap al-ghazali adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, gelar Hujjatul-islam, lahir tahun 450 H di Tus, suatu kota kecil di khurrasan (Iran). Kata-kata al-Ghazali diambil dari kata-kata ghazzal, artinya tukang pemintal benang, karena pekerjaan ayahnya ialah memintal benang. Ayah al-Ghazali adalah seorang tasawuf yang saleh dan meninggal dunia ketika al-Ghazali beserta saudaranya masih kecil. Akan tetapi sebelum wafatnya ia telah menitipkan  kedua anaknya tersebut kepada seorang tasawuf pula untuk mendapatkan bimbingan dan pemeliharaan dalam hidupnya.
Al-Ghazali pertama-tama belajar agama di kota Tus, kemudian meneruskan di Jurjan, dan akhirnya wafat di Naisabur pada Imam al Juwaini, sampai yang terakhir ini wafat tahun 478 H/1085 M. Kemudian ia berkunjung kepada Nidzam al Mulk di kota Mu’askar , dan dari padanya ia mendapat kehormatan dan penghargaan yang besar, sehingga ia tinggal di kota itu enam tahun lamanya. Pada tahun 483 H/ 1090 M, ia diangkat menjadi guru di sekolah Nidzamah Baghdad, selain mengajar, juga mengadakan bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan-golongan Batiniyah, Ismailiyah, golongan filsafat dan lain-lain,
Selama waktu itu ia tertimpa keragu-raguan tentang kegunaan pekerjaannya, sehingga akhi rnya ia meita penyakit yang tidak bisa diobati dengan obat lahiriyah (fisioterapi). Pekerjaannya itu kemudian ditinggalkan pada tahun 484 H, untuk menuju Damsyik, dan di kota ini ia merenung, membaca dan menulis, selama kurang lebih dua tahun, dengan tasawuf sebagai jalan hidupnya.
Akan tetapi hanya berlangsung  dua tahun, untuk akhirnya kembali ke kota Tus lagi, dimana ia kemudian mendirikan sebuah sekolah untuk para fuqaha dan sebuah biara (khangak) untuk para mutasawwifin. Di kota itu pula ia meninggal pada tahun 505 H / 1111 M, dalam usia lima puluh empat tahun.[1]

B.     Pemikiran Filsafat Al-Ghazali
1.      Metafisika
Untuk pertama kalinya al-ghazali memepelajari karangan-karangan ahli filsafat terutama karangan ibnu sina. Setelah mempelajari filsafat dengan seksama, ia mengambil kesimpulan bahwa mempergunakan akal semata-mata dalam soal ketuhanan adalah seperti mempergunakan alat yang tidak  mencukupi kebutuhan.
Al-ghazali dalam al-munqidz al-dhalal menjelaskan bahwa jika berbicara mengenai ketuhanan atau metafisika, maka disinilah terdapat sebagian besar kesalahan mereka (para filosof ) karena gtidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut syarat-syarat yang telah mereka tetapkan sendiri dalam ilmu logika.
2.      Iradat Tuhan
Mengenai kejadian  alam dan dunia, al-ghazali berpendapat bahwa dunia itu berasal dari irodat (kehendak) Tuhan semata-mata, tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Irodat itulah yang di artikan penciptaan. Irodat tuhan adalah mutlak, bebas dari ikatan waktu dan ruang, tetapi dunia yang diciptakan itu seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan pada akal manusia, terbatas dalam pengertian ruang dan waktu. Al-Ghazali bahwa tuhan adalah transenden, tetapi kemauan irodatnya imanen diatas dunia ini, dan merupakan sebab haqiqi dari segala kejadian.

3.      Etika
Mengenai filsafat etika al-ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnya dalam buku ihya’ ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika al-ghazali adalah teori tasawufnya itu. Mengenai tujuan pokok dari etika al-ghazali kita temui pada semboyan tasawuf yang terkenal “Al- Takhalluq bi akhlaqihi ‘ala thaqah al- basyariyah,  atau  Al ishaf bi shifat al-rohman ‘ala thaqah al- basyariyah.” Maksudnya adalah agar manusia sejauh kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih, pemaaf, dan sifat-sifat yang disukai tuhan, jujur, sabar, ikhlas dan sebagainya.
4.      Pandangan Al-Ghazali terhadap filsafat
Mengenai pandangan Al-Ghazali, para ilmuan berpendapat bahwa ia bukan seorang filosof karena ia menentang dan memerangi filsafat dan membuangnya. Jika melihat ungkapan diatas, bahwa al-ghazali lebih tepat digolongkan dalam kelompok pembangunan agama yang pemikirannya pada sumber ajaran islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam bukunya yang berjudul Munqidz min al-dhalalal-ghazali mengelompokkan filosof menjad tiga golongan
Ø  Filosof materialis
Mereka adalah para filosof yang menyangkal adanya tuhan.
Ø  Filosof naturalis
Mereka adalah para filosof yang melaksanakan berbagai penelitian alam ini.

Ø  Filosof ketuhanan
Mereka adalah filosof yunani , seperti: socrates, aristoteles dan plato[2]



C.    Kritik Al-Ghazali atas Islamic Aristotelianism
Kritik Al-Ghazali atas metafisika sebenarnya meliputi kritiknya terhadap Islamic Aristotelianism (pemikiran filsof muslim yang dipengaruhi oleh aris toteles) yang berkembang menjadi teologi rasional berdasarkan metafisika aristoteles. Karena teologi ini bersifat rasional, salah satu asumsi dasarnya adalah bahwa rasio manusia mampu menyelesaikan sebagian besar dari persoalan-persoalanteologi. Asumsi inilah yang ingin ditolak oleh Al-Ghazali. Dan penolakan ini, sebagaimana terjadi, melibatkan pembuktian kesalahan asumsi-asumsi tersebut secara rasional. Jika ini dapat diperlihatkan, kita tidak lagi metafisika rasional dan menggunakan bantuan wahyu untuk pengetahuan hal semacam itu.[3]

D.    Respon  Al-Ghazali
Dalam Mundziq, Al-Ghazali dengan jelas menyatakan bahwa doktrin  metafisika falasifah tersebut adalah keliru.  Penjelasan  detail Al-Ghazali tentang persoalan ini ditulis dalam tahafut.persoalan yang paling penting adalah persoalan keabadian (qidam) dunia . menganggap segala sesuatu abadi  bersama tuhan adalah melanggar prinsip penting monoteisme, karena hal itu menyalahi kemutlakan  dan tuhan. Falasifah semacam al farabi dan ibnu sina, selaku muslim, tidaklah menolak bahwa Tuhan adalah pencipta abadi alam semesta, tetapi selaku penganut aristotelian sejati, mereka percaya bahwa aktifitas tuhan hanya mencakup  memunculkan dalam keadaan aktualitas kemungkinan-kemungkinan yang sebetulnya inherem dalam mater i pertama (prime matter), ini yang dinyatakan sebagai abadi bersama tuhan.
Al-Ghazali sesuai dengan ajaran nyata dari Al-Qur’an , secara ketat berpegang pada posisi  bahwa dunia diciptakan oleh tuhan muncul dari ketiadaan mutlak. Perselisihan Al-Ghazali  dengan falsafah  disebabkan argumen-argumen partikular  secara logis  salah dan aneka  posisi  yang  mereka pegang dalam sistim keseluruhan tidak konsisten satu sama lain.[4]

E.     Keabadian dunia
Al-Ghazali menolak menggunakan asumsi-asumsi  yang dinyatakan oleh falasifah dan memperlihatkan  bahwa mempercayai  asal-usul dunia dari kehendak Tuhan yang abadi dalam waktu tertentu sesuai dengan pilihan-Nya, sama sekali tidak melanggar prinsip-prinsip fundamental logika. Namun, titik pijak Al-ghazali sesungguhnya adalah bahwa tuhan pantas saja menetapkan secara bebas suatu saat tertentu lebih utama dari saat yang lain untuk mewujudkan dunia.

F.     Teori Emanasian penuh dengan  pertentangan
Argumen falasifah mengenai keabadian dunia secara keseluruhan penuh dengan pertentangan dan asumsi-asumsi yang tak terbukti. Namun, Kritik Al-Ghazali terhadap argumen emanasionistik mengandung penjelasan bahwa argumen tersebut, disatu sisi gagal memeberi gambaran tentang keanekaragamaan keteraturan di alam semesta, dilain sisi tidak melakukan yang terbaik dalam membela ke-esaan tuhan yang mutlak.

G.    Karya-karya Al-Ghazali
1.      Kitab Maqashid al Falasifah
2.      Kitab Tahafut al falasifah
3.      Kitab Mi’yar  al ‘Ilm
4.      Kitab Mizan al Amal
5.      Kitab Ihya’ Ulum Al-Din
6.      Kitab Al-Mustasyfa min Ilm Al-Ushul
7.      Kitab Al-Munqidz min Al-Dhalal[5]


BAB III
PENUTUP

Nama lengkap al-ghazali adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, gelar Hujjatul-islam, lahir tahun 450 H di Tus, suatu kota kecil di khurrasan (Iran). Di kota itu pula ia meninggal pada tahun 505 H / 1111 M, dalam usia lima puluh empat tahun.
Karya- karyanya:
·         Kitab Maqashid al Falasifah
·         Kitab Tahafut al falasifah
·         Kitab Mi’yar  al ‘Ilm
·         Kitab Mizan al Amal
·         Kitab Ihya’ Ulum Al-Din
·         Kitab Al-Mustasyfa min Ilm Al-Ushul
·         Kitab Al-Munqidz min Al-Dhalal
Pemikiran Filsafatnya
1.         Metafisika
2.         Iradat Tuhan
3.         Etika
4.         Pandangan Al-ghazali terhadap filsafat








DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M Amin, 2002, Filsafat Etika Islam, Bandung:Mizan.
Hanafi ahmad, 1996, pengantar filsafat, Jakarta:PT Bulan Bintang.
Zar Sirajuddin, 2004, Filsafat Islam, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
http://syafieh.blogspot.com,filsafat alghazali dan pemikiran filsafatnya,2013
(diunduh pada tgl 14 oktober 2013)


[1] Ahmad hanafi,Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang,1996), Cet 6, hal 135-136
[2] http:syafieh.blogspot.com,filsafat alghazali dan pemikiran filsafatnya,2013
[3]M. Amin Abdullah, Filsafat Etika Islam, (Bandung: Mizan,2002), Cet 1, hal 58
[4]Loc.cit, hal 61-62
[5] Sirajuddin zar, Filsafat Islam, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2004) hal.161

Tidak ada komentar:

Posting Komentar