MAKALAH
PEMIKIRAN
FILSUF ISLAM DUNIA TIMUR ISLAM
AL
GHAZALI
Disusun
guna memnuhi tugas:
Mata
kuliah : filsafat islam
Dosen
pengampu : M. Fairuzabadi AB, M.Pd.I
Kelas
: E
Disusun
Oleh:
- M. Yusuf (2021112160)
JURUSAN
TARBIYAH / PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN TAHUN 2013
BAB
I
PENDAHULUAN
Perkembangan
filsafat islam sebelum Al Ghazali pola pikir para filsof muslim itu cenderung bersifat rasionalistik
paripatetik sehingga cenderung menafsirkan teks-teks Al- Qur’an dengan
pendekatan rasio dan logika. Konsep seperti ini akibat pengaruh dari
paham-paham aristotelian, sedangkan menurut al Ghazali akal saja tidak cukup
menafsirkan teks-teks Al- Qur’an terutama yang berkaitan dengan ketuhanan.
Dibutuhkan pengetahuan intuitif dalam bentuk ilham yang
bersumber langsung dari Tuhan.Pandangan seperti ini merupakan ciri khas
dari konsep tasawuf atau sufisme, dan Al Ghazali termasuk salah satu tokoh
sufisme.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Al-Ghazali
Nama lengkap al-ghazali adalah Abu Hamid bin
Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, gelar Hujjatul-islam, lahir tahun 450 H di Tus,
suatu kota kecil di khurrasan (Iran). Kata-kata al-Ghazali diambil dari
kata-kata ghazzal, artinya tukang pemintal benang, karena pekerjaan ayahnya
ialah memintal benang. Ayah al-Ghazali adalah seorang tasawuf yang saleh dan
meninggal dunia ketika al-Ghazali beserta saudaranya masih kecil. Akan tetapi
sebelum wafatnya ia telah menitipkan
kedua anaknya tersebut kepada seorang tasawuf pula untuk mendapatkan
bimbingan dan pemeliharaan dalam hidupnya.
Al-Ghazali pertama-tama belajar agama di kota Tus,
kemudian meneruskan di Jurjan, dan akhirnya wafat di Naisabur pada Imam al
Juwaini, sampai yang terakhir ini wafat tahun 478 H/1085 M. Kemudian ia
berkunjung kepada Nidzam al Mulk di kota Mu’askar , dan dari padanya ia
mendapat kehormatan dan penghargaan yang besar, sehingga ia tinggal di kota itu
enam tahun lamanya. Pada tahun 483 H/ 1090 M, ia diangkat menjadi guru di
sekolah Nidzamah Baghdad, selain mengajar, juga mengadakan bantahan-bantahan
terhadap pikiran-pikiran golongan-golongan Batiniyah, Ismailiyah, golongan
filsafat dan lain-lain,
Selama
waktu itu ia tertimpa keragu-raguan tentang kegunaan pekerjaannya, sehingga
akhi rnya ia meita penyakit yang tidak bisa diobati dengan obat lahiriyah
(fisioterapi). Pekerjaannya itu kemudian ditinggalkan pada tahun 484 H, untuk
menuju Damsyik, dan di kota ini ia merenung, membaca dan menulis, selama kurang
lebih dua tahun, dengan tasawuf sebagai jalan hidupnya.
Akan tetapi hanya berlangsung dua tahun, untuk akhirnya kembali ke kota Tus
lagi, dimana ia kemudian mendirikan sebuah sekolah untuk para fuqaha dan sebuah
biara (khangak) untuk para mutasawwifin. Di kota itu pula ia meninggal pada
tahun 505 H / 1111 M, dalam usia lima puluh empat tahun.[1]
B.
Pemikiran
Filsafat Al-Ghazali
1.
Metafisika
Untuk
pertama kalinya al-ghazali memepelajari karangan-karangan ahli filsafat terutama
karangan ibnu sina. Setelah mempelajari filsafat dengan seksama, ia mengambil
kesimpulan bahwa mempergunakan akal semata-mata dalam soal ketuhanan adalah seperti
mempergunakan alat yang tidak mencukupi
kebutuhan.
Al-ghazali dalam
al-munqidz al-dhalal menjelaskan bahwa jika berbicara mengenai ketuhanan atau
metafisika, maka disinilah terdapat sebagian besar kesalahan mereka (para
filosof ) karena gtidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut syarat-syarat
yang telah mereka tetapkan sendiri dalam ilmu logika.
2.
Iradat Tuhan
Mengenai
kejadian alam dan dunia, al-ghazali
berpendapat bahwa dunia itu berasal dari irodat (kehendak) Tuhan semata-mata,
tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Irodat itulah yang di artikan penciptaan.
Irodat tuhan adalah mutlak, bebas dari ikatan waktu dan ruang, tetapi dunia
yang diciptakan itu seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan pada akal
manusia, terbatas dalam pengertian ruang dan waktu. Al-Ghazali bahwa tuhan
adalah transenden, tetapi kemauan irodatnya imanen diatas dunia ini, dan
merupakan sebab haqiqi dari segala kejadian.
3.
Etika
Mengenai
filsafat etika al-ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori
tasawufnya dalam buku ihya’ ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika
al-ghazali adalah teori tasawufnya itu. Mengenai tujuan pokok dari etika
al-ghazali kita temui pada semboyan tasawuf yang terkenal “Al- Takhalluq bi
akhlaqihi ‘ala thaqah al- basyariyah,
atau Al ishaf bi shifat al-rohman
‘ala thaqah al- basyariyah.” Maksudnya adalah agar manusia sejauh
kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih,
pemaaf, dan sifat-sifat yang disukai tuhan, jujur, sabar, ikhlas dan
sebagainya.
4.
Pandangan Al-Ghazali
terhadap filsafat
Mengenai
pandangan Al-Ghazali, para ilmuan berpendapat bahwa ia bukan seorang filosof
karena ia menentang dan memerangi filsafat dan membuangnya. Jika melihat
ungkapan diatas, bahwa al-ghazali lebih tepat digolongkan dalam kelompok
pembangunan agama yang pemikirannya pada sumber ajaran islam yaitu Al-Qur’an
dan Hadits.
Dalam bukunya yang berjudul
Munqidz min al-dhalalal-ghazali mengelompokkan filosof menjad tiga golongan
Ø Filosof
materialis
Mereka adalah para
filosof yang menyangkal adanya tuhan.
Ø Filosof
naturalis
Mereka adalah para
filosof yang melaksanakan berbagai penelitian alam ini.
Ø Filosof
ketuhanan
Mereka adalah filosof
yunani , seperti: socrates, aristoteles dan plato[2]
C.
Kritik
Al-Ghazali atas Islamic Aristotelianism
Kritik Al-Ghazali atas metafisika sebenarnya
meliputi kritiknya terhadap Islamic Aristotelianism (pemikiran filsof muslim
yang dipengaruhi oleh aris toteles) yang berkembang menjadi teologi rasional
berdasarkan metafisika aristoteles. Karena teologi ini bersifat rasional, salah
satu asumsi dasarnya adalah bahwa rasio manusia mampu menyelesaikan sebagian
besar dari persoalan-persoalanteologi. Asumsi inilah yang ingin ditolak oleh
Al-Ghazali. Dan penolakan ini, sebagaimana terjadi, melibatkan pembuktian
kesalahan asumsi-asumsi tersebut secara rasional. Jika ini dapat diperlihatkan,
kita tidak lagi metafisika rasional dan menggunakan bantuan wahyu untuk
pengetahuan hal semacam itu.[3]
D.
Respon Al-Ghazali
Dalam Mundziq, Al-Ghazali dengan jelas
menyatakan bahwa doktrin metafisika
falasifah tersebut adalah keliru.
Penjelasan detail Al-Ghazali
tentang persoalan ini ditulis dalam tahafut.persoalan yang paling penting
adalah persoalan keabadian (qidam) dunia . menganggap segala sesuatu abadi bersama tuhan adalah melanggar prinsip
penting monoteisme, karena hal itu menyalahi kemutlakan dan tuhan. Falasifah semacam al farabi dan
ibnu sina, selaku muslim, tidaklah menolak bahwa Tuhan adalah pencipta abadi
alam semesta, tetapi selaku penganut aristotelian sejati, mereka percaya bahwa
aktifitas tuhan hanya mencakup
memunculkan dalam keadaan aktualitas kemungkinan-kemungkinan yang
sebetulnya inherem dalam mater i pertama (prime matter), ini yang dinyatakan
sebagai abadi bersama tuhan.
Al-Ghazali
sesuai dengan ajaran nyata dari Al-Qur’an , secara ketat berpegang pada
posisi bahwa dunia diciptakan oleh tuhan
muncul dari ketiadaan mutlak. Perselisihan Al-Ghazali dengan falsafah disebabkan argumen-argumen partikular secara logis
salah dan aneka posisi yang
mereka pegang dalam sistim keseluruhan tidak konsisten satu sama lain.[4]
E.
Keabadian
dunia
Al-Ghazali menolak menggunakan asumsi-asumsi yang dinyatakan oleh falasifah dan
memperlihatkan bahwa mempercayai asal-usul dunia dari kehendak Tuhan yang abadi
dalam waktu tertentu sesuai dengan pilihan-Nya, sama sekali tidak melanggar
prinsip-prinsip fundamental logika. Namun, titik pijak Al-ghazali sesungguhnya
adalah bahwa tuhan pantas saja menetapkan secara bebas suatu saat tertentu
lebih utama dari saat yang lain untuk mewujudkan dunia.
F.
Teori
Emanasian penuh dengan pertentangan
Argumen falasifah mengenai keabadian dunia secara
keseluruhan penuh dengan pertentangan dan asumsi-asumsi yang tak terbukti.
Namun, Kritik Al-Ghazali terhadap argumen emanasionistik mengandung penjelasan
bahwa argumen tersebut, disatu sisi gagal memeberi gambaran tentang
keanekaragamaan keteraturan di alam semesta, dilain sisi tidak melakukan yang
terbaik dalam membela ke-esaan tuhan yang mutlak.
G.
Karya-karya
Al-Ghazali
1.
Kitab Maqashid
al Falasifah
2.
Kitab Tahafut al
falasifah
3.
Kitab
Mi’yar al ‘Ilm
4.
Kitab Mizan al
Amal
5.
Kitab Ihya’ Ulum
Al-Din
6.
Kitab
Al-Mustasyfa min Ilm Al-Ushul
7.
Kitab Al-Munqidz
min Al-Dhalal[5]
BAB
III
PENUTUP
Nama lengkap al-ghazali adalah Abu Hamid bin
Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, gelar Hujjatul-islam, lahir tahun 450 H di Tus,
suatu kota kecil di khurrasan (Iran). Di kota itu pula ia meninggal pada tahun
505 H / 1111 M, dalam usia lima puluh empat tahun.
Karya- karyanya:
·
Kitab Maqashid
al Falasifah
·
Kitab Tahafut al
falasifah
·
Kitab
Mi’yar al ‘Ilm
·
Kitab Mizan al
Amal
·
Kitab Ihya’ Ulum
Al-Din
·
Kitab
Al-Mustasyfa min Ilm Al-Ushul
·
Kitab Al-Munqidz
min Al-Dhalal
Pemikiran Filsafatnya
1.
Metafisika
2.
Iradat Tuhan
3.
Etika
4.
Pandangan
Al-ghazali terhadap filsafat
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah
M Amin, 2002, Filsafat Etika Islam, Bandung:Mizan.
Hanafi
ahmad, 1996, pengantar filsafat, Jakarta:PT Bulan Bintang.
Zar
Sirajuddin, 2004, Filsafat Islam, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
http://syafieh.blogspot.com,filsafat
alghazali dan pemikiran filsafatnya,2013
(diunduh
pada tgl 14 oktober 2013)
[1] Ahmad
hanafi,Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang,1996), Cet
6, hal 135-136
[2] http:syafieh.blogspot.com,filsafat
alghazali dan pemikiran filsafatnya,2013
[3]M. Amin
Abdullah, Filsafat Etika Islam, (Bandung: Mizan,2002), Cet 1, hal 58
[4]Loc.cit,
hal 61-62
[5] Sirajuddin
zar, Filsafat Islam, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2004) hal.161
Tidak ada komentar:
Posting Komentar